Wednesday 21 March 2012

SIKLUS PEREDARAN BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN (MATERI MATA KULIAH KLKP)

 FINANCIAL WORLD FLOW

Kita mungkin tidak pernah berpikir bagaimana caranya Lembaga Keuangan seperti bank, Leasing san sebagainya dapat bertahan dan bahkan berkembang pesat menjadi sebuah perusahaan yang cukup besar hingga saat ini. Tidak terkecuali di negara kita, seperti yang kita ketahui saat ini banyak sekali Bank dan Lembaga Keuangan seperti Leasing yang cukup besar dan memiliki reputasi yang cukup baik. Namun setelah tahun 1988 banyak Bank-bank baru yang bermunculan sehingga market share tidak terkendali dan turun drastis termasuk Typical A&B)

Bank sendiri merupakan stimulus utama dalam Ekonomi, termasuk pula di Indonesia. Bank pun memiliki sistem sendiri yaitu Deposit, yang terdiri dari tiga macam sistem utama
  • Saving Deposit : berupa Tabungan
  • Demand Deposit : berupa Giro
  • Line Deposit : berupa Deposito

Sekarang mari kita ambil contoh untuk mengilustrasikan sistem perederan Bank yang ada di Indonesia. Sebagai contoh adalah Siti Bank. Terdapat 2 nasabah berlainan yang ingin meminjam uang ke Siti Bank, yaitu nasabah A dan nasabah B. Nasabah A termasuk nasabah yang mempunyai kehidupan ekonomi yang cukup dan ia meminjam uang ke Siti Bank untuk memperbesar kapasitas usahanya. Sedangkan nasabah B, merupakan nasabah yang baru ingin memulai usaha baru, sehingga ia pun harus meminjam pula ke pihak Siti Bank.

Kedua nasabah meminjam uang dengan jumlah yang sama, sebesar Rp. 100.000.000. Pinjaman keduanya pun cair dengan nasabah A dan B mendapat bunga dari pihak bank atas pinjamannya (pinjaman biasa disebut dengan Loan). Bunga bank biasa disebut juga dengan Interest, atau diumpamakan dengan I 1. Kemudian, di tengah-tengah masa pinjamannya, keadaan usaha nasabah B sedang mengalami masalah, sehingga pembayaran pinjaman kepada pihak Siti Bank pun menjadi terhambat. Untuk mengantisipasi hal tersebut, nasabah B mengasuransikan diri ke pihak lain yang disebut dengan Asuransi. Asuransi tersebut bernama Asuransi ABC dan pihak Asuransi pun menyetujui kesepakatan tersebut dengan nasabah B, sehingga jika sesuatu terjadi kepada nasabah B, pihak Asuransi ABC lah yang berkewajiban membayar ganti rugi (Claim) kepada pihak Siti Bank sebesar Rp. 100.000.000. Tentunya, nasabah B pun mempunyai kewajiban tambahan yaitu harus membayar iuran Asuransi yang biasa disebut dengan Premi kepada Asuransi ABC setiap periode waktu yang telah ditentukan.

Seiring berjalannya waktu, pihak Asuransi ABC merasa jika hanya sepihak mengcover nasabah B dan sewaktu-waktu terjadi claim atau kerugian pada nasabah B, pihak ABC pun harus membayar ganbti rugi dengan jumlah yang cukup besar, sedangkan untuk produksi Asuransi ABC tidak terlalu besar. Maka, muncullah kesepakatan baru, yaitu pihak Asuransi ABC mengadakan kerjasam dengan pihak Asuransi lain, misalnya adlaah Asuransi DEF. Jalinan kerjasama antar Asuransi ini biasa disebut dengan Re-Asuransi, jadi kedua pihak telah menyetujui kesepakatan bersama untuk mengcover nasabah B, (misalnya dalam hal ini adalah pembagian ganti rugi sebesar 50:50). Sehingga, jika terjadi sesuatu kepada nasabah B, pihak Asuransi ABC dan DEF lah yang harus berkewajiban membayar ganti rugi kepada pihak Siti bank, dengan proporsi sebesar 50:50 atau pihak Asuransi ABC mengganti sebesar Rp. 50.000.000 dan Asuransi DEF mengganti sebesar Rp. 50.000.000.

Di lain pihak, Siti Bank pun harus tetap berjuang agar produksinya sebagai Bank dapat terus bertahan dan berkembang menjadi Bank yang besar, maka Siti Bank pun mulai mengadakan program baru, yaitu memberikan fasilitas pinjaman (Loan) kepada nasabah dalam bentuk kendaraan, Rumah Tinggal, maupun Barang-Barang Elektronik seperti sekarang ini. Pihak Siti Bank mengadakan program pinjaman ini dengan pihak lain yang dinamakan Leasing. Ternyata, hal ini mendapat respon yang cukup baik dari nasabah, dan bahkan berkembang cukup pesat hingga saat ini. Dalam hal ini, nasabah mendapat bunga atau interest yang disebut I2. . PihakSiti Bank dan leasing pun mendapat keuntungan yang lumayan, sehingga I2 harus selalu lebih besar daripada I1 atau disebut juga dengan Interest Spread . Selisih dari penghasilan Siti Bank tersebut adalah untuk pihak Leasing yang disebut dengan Interest Rate/Profit).

Sementara itu, beralih ke nasabah B dan pihak Asuransi ABC dan DEF. Kedua pihak Asuransi tersebut masih merasa kewalahan jika harus tetap berkewajiban untuk membayar ganti rugi kepada Siti Bank jika terjadi sesuatu kepada nasabah B. Untuk mengantisipasi hal tersebut, kedua pihak Asuransi tersebut mulai menjalin kerjasama baru dengan pihak Asuransi lain, namun Asuransi tersebut berada di luar negeri. Asuransi itu bernama Asuransi GHI, yang kemudian terciptalah kerjasama antar ketiga Asuransi tersebut dengan istilah Retroseksi. Jadi, apabila suatu saat terjadi sesuatau kepada nasabah B, pihak Asuransi ABC, DEF dan GHI lah yang berkewajiban membayar ganti rugi kepada pihak Siti Bank, dengan besar proporsi yang telah disetujui misalnya 40:30:30.

Beralih ke pihak Leasing, besarnya permintaan untuk fasilitas kredit yang diberikan pihak Siti Bank dan Leasing membuat produktivitas kedua pihak tersebut meningkat, dan pihak Siti Bank pun lebih banyak mendapat keuntungan jika pada suatu waktu, terdapat 10 nasabah yang meminjam dalam jumlah sedang daripada hanya satu nasabah yang meminjam meskipun jumlahnya besar, karena Insterest yang didapat pun lebih besar dan banyak daripada hanya satu nasabah. Dalam ekonomi, hal ini disebut “Law of Large Number” atau Prinsip Mengambil Resiko

Beralih ke pihak Siti Bank, untuk dapat terus “bertahan hidup” dalam perekonomian Indonesia, pihak Siti Bank pun mulai mencari cara lain, yaitu mulai bermain di pasar modal. Dengan adanya Pasar Modal, pihak Siti Bank dapat menawarkan untuk menjual Saham dan Surat Berharganya kepada para investor agar keuntungan Siti Bank pun semakin besar.
Dalam Pasar Modal, terdapat jual beli yang dilakukan antara lain jual beli Saham dan Surat Berharga. Untuk Saham, siapapun ygn memiliki uang yang cukup dan tertarik untuk melakukan jual beli, dapat melakukan transaksi tersebut. Dengan dibelinya saham oleh para investor, investro tersebut mendapat bukti bahwa mereka juga memiliki sebagian perushaaan tersebut, dalam hal ini adalah Siti Bank.

Keuntungan memiliki Saham antara lain :
  • Mendapat Dividen : laba yang ditahan dan laba yang dibagikan
  • Mendapat Capital Gain : selisih dari harga per lembar saham yang dibeli dan kemudian dijual kembali oleh investor.

Kembali ke Nasabah A yang pada awalnya juga meminjam uang kepada Siti Bank. Melihat keadaan pasar modal saat ini yang banyak menghasilkan keuntungan, Nasabah A kemudian mulai beralih untuk menginvestasikan uangnya untuk membeli Saham Siti bank. Jadi, nasabah A pun berarti ikut memiliki saham di Pihak Siti Bank, sehingga nasabah A dapat pula berarti memiliki sebagian Siti Bank.

Kembali ke masalah Asuransi, Pihak Asuransi GHI yang berada di luar negeri, mulai berencana untuk ikut serta bermain saham di Indonesia, sehingga usaha dan keuntungan yang akan didapatkan pun semakin besar. Kemudian, GHI pun ikut membeli saham Siti Bank yang ada di Indonesia dan mendapat keuntungan dari Deviden dan Capital Gai, secara otomatis Asuransi GHI memiliki sebagian Siti Bank. Untuk terus mempertahankan usahanya, Asuransi GHI pun mulai memutar otak dengan mencoba untuk membuat perusahaan yang sama dengan nama baru di Indonesia, misalnya Asuransi GHI mendirikan Asuransi JK, LM, NO dan PQ di Indonesia.
Sehingga, asuransi bawahan dari GHI yaitu Asuransi JK, LM, NO dan PQ dapat bermain pula di pasar Saham Indonesia, untuk melakukan jual beli saham, sehingga keuntungan yang didapat pun semakin besar. Dan siklus seperti inilah yang terus menerus beredar dan berputar din Indonesia dan seluruh dunia, yang dinamakan dengan FINANCIAL WORLD FLOW.


Adjie Putra H – 3EA10
Ekonomi Manajemen – hasil olahan sendiri.